asatoe.co, Sumenep – Puncak rangkaian Harlah ke-99 Nahdlatul Ulama (NU), PC NU Sumenep, Madura, Jawa Timur, menggelar Haul Muassis NU dan Halaqah Sanad ke-NU-an KH Maimoen Zubair bersama KH Abdul Ghafur Maimoen, Jumat (24/2/2022).
Forum penuh khidmat yang dibuka dengan pembacaan tahlil itu dilaksanakan di Pondok Pesantren (Ponpes) Loteng Karangduak, salahsatu pondok tertua yang ada di Kabupaten Sumenep.
Di hadapan seluruh warga NU yang hadir, Ketua PC NU Sumenep, Kiai A Pandji Taufiq memaparkan bahwa pihaknya sejak awal sudah mengagendakan untuk mengundang Kiai Abdul Ghafur Maimoen atau yang akrab disapa Gus Ghafur pada kegiatan puncak harlah ke-99 NU ini.
“Sarang selaku salah satu muassis yang memiliki banyak napak tilas untuk kita pelajari,” ungkapnya.
Kiai Pandji kemudian menambahkan bahwa kegiatan ini, selain memperingati harlah ke-99 NU, juga dimaksudkan untuk memperkuat sanad ke-NU-an baik sanad amaliah maupun sanad keilmuan.
Beliau juga menyampaikan terimakasih kepada seluruh MWC dan Ranting serta lembaga-lembaga otonom NU yang sudah turut membantu dalam mensukseskan kegiatan ini.
“Seperti MWC NU Kota Sumenep dan Ranting Karangduak,” ungkapnya mencontohkan.
Memasuki acara inti kegiatan tersebut, yaitu ngaji sanad ke-NU-an KH Maimoen Zubair yang diisi oleh Gus Ghafur Maimoen, seluruh peserta nampak dengan khidmat menyimak penyampaian beliau.
Dalam kesempatannya, Rais PBNU itu menyampaikan bahwa sebenarnya NU itu sudah ada bahkan sebelum organisasi NU sendiri dibentuk.
“Ulama di era 1924 dan sebelumnya itu punya jejaring, akrab antara satu dengan yang lainnya. Jadi NU itu sudah ada bahkan sebelum organisasinya dibentuk,” ungkap beliau.
Melanjutkan, Gus Ghafur menceritakan betapa luar biasanya jejaring yang dimiliki antar para ulama, bahkan secara sanad keilmuan bersambung pada baginda Nabi Muhammad SAW.
“Dari saking luar biasanya para ulama waktu itu, hingga kalau tidak ikut NU bisa dibilang kualat tipis-tipis,” ungkapnya.
Berbicara sanad ke-NU-an, lanjut beliau, ada guru yang luar biasa di Madura, yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan, beliau wafat tahun 1925, NU berdiri tahun 1926, usia beliau jika tidak salah 104 atau 103 tahun.
“Artinya pada tahun 1924 itu beliau sudah berumur 102 dan seluruh Jawa itu murid beliau,” imbuh beliau.
Maka, kata Gus Ghafur, ketika Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari diberi tasbih dan tongkat, jika orang tidak melihat mbah Hasyim pasti melihat mbah Kholil. “Dan itu jejaring,” pungkasnya.