Bupati Sumenep Dorong Tradisi Jamasan Keris Masuk Kalender Budaya Internasional

Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo saat membuka Haul Akbar dan Jamasan Keris di Desa Aeng Tong-tong.
Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo saat membuka Haul Akbar dan Jamasan Keris di Desa Aeng Tong-tong.

asatoe.co, Sumenep – Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, kembali menegaskan komitmennya dalam melestarikan budaya lokal, khususnya tradisi Jamasan Keris. Ia mendorong agar tradisi tersebut mendapat pengakuan lebih luas, bahkan masuk dalam kalender budaya internasional.

Hal itu disampaikan Bupati saat menghadiri prosesi Jamasan Keris di Desa Aeng Tong-Tong, Rabu (2/7/2025). Selain menyaksikan jalannya ritual, ia juga menyoroti pentingnya pelestarian sejarah keris, termasuk masa-masa ketika kepemilikannya sempat dilarang.

Bacaan Lainnya

“Tahun ini tidak hanya ada prosesi jamasan, tapi juga penyampaian sejarah keris. Ini langkah penting agar generasi muda tahu bahwa keris punya nilai lebih dari sekadar benda pusaka,” ujar Fauzi.

Ia menilai pelaksanaan rutin Jamasan Keris selama tiga tahun terakhir menjadi modal kuat untuk mengajukan tradisi ini sebagai bagian dari kalender budaya internasional melalui Kementerian Kebudayaan.

“Desa Aeng Tong-Tong telah menjadi simbol pelestarian budaya dan telah ditetapkan sebagai Desa Wisata Keris. Ini harus jadi perhatian pemerintah pusat,” katanya.

Fauzi juga memberikan dukungan nyata terhadap regenerasi perajin keris (empu) dengan membeli karya pemuda berusia 20 tahun. Menurutnya, langkah ini sebagai bentuk apresiasi atas keterlibatan generasi muda dalam menjaga warisan leluhur.

“Saya beli bukan karena nilai pamornya, tapi karena yang membuat anak muda. Ini soal menghargai proses dan dedikasi mereka,” ucapnya.

Ia menambahkan, keterlibatan pelajar dari tingkat dasar hingga menengah dalam kegiatan budaya harus terus ditingkatkan. Menurutnya, edukasi menjadi kunci dalam menumbuhkan rasa memiliki terhadap budaya sejak dini.

“Kalau tidak dilibatkan, mereka tidak akan paham. Karena itu, edukasi budaya harus dilakukan secara terus-menerus,” katanya.

Di tengah pesatnya perkembangan digital, Fauzi mengakui pemasaran keris masih menghadapi tantangan. Khusus untuk keris pusaka, pembeli biasanya ingin melihat langsung bentuk, pakem, dan pamornya, sehingga tak bisa hanya mengandalkan platform daring.

“Kalau souvenir keris bisa dijual online. Tapi untuk keris pusaka, orang ingin melihat langsung detailnya. Ini tantangan tersendiri,” tuturnya.

Meski demikian, ia optimistis pelestarian budaya keris melalui pendekatan komunitas dan pemanfaatan teknologi digital tetap bisa membuka jalan agar budaya ini dikenal lebih luas, termasuk di tingkat global.

“Intinya, budaya kita harus terus hidup, diwariskan, dan dikenal dunia,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *