asatoe.co, Sumenep – Aliansi Masyarakat dan Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak menggelar aksi damai di depan Mapolres Sumenep, Senin (29/12/2025).
Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap dugaan kriminalisasi keluarga korban dalam kasus pencabulan anak yang terjadi di Kabupaten Sumenep.
Dalam pernyataan sikapnya, massa aksi menilai aparat penegak hukum keliru dalam menangani perkara tersebut. Pasalnya, laporan dugaan pencabulan anak justru diikuti dengan diterimanya laporan balik dari terduga pelaku terhadap keluarga korban. Kondisi ini dinilai mencederai rasa keadilan serta melanggar prinsip perlindungan terhadap korban, khususnya anak.
Koordinator Umum Aksi, Khoirus Soleh, menegaskan bahwa langkah hukum yang menjerat keluarga korban justru memperpanjang penderitaan korban dan keluarganya.
“Kami menolak diam ketika keluarga korban pencabulan justru dikriminalisasi. Ini bukan semata persoalan hukum, tetapi persoalan nurani. Ketika keluarga korban dilaporkan balik, keadilan sedang dipertaruhkan,” tegas Khoirus dalam orasinya.
Dugaan Rekayasa Laporan
Aliansi juga menyoroti adanya dua laporan polisi yang saling bertentangan dan muncul dalam waktu berdekatan. Laporan pertama terkait dugaan pencabulan anak, sementara laporan kedua menuding keluarga korban melakukan penganiayaan. Massa aksi menilai laporan kedua tersebut penuh kejanggalan dan diduga sebagai upaya menekan keluarga korban.
“Pelaku seharusnya mempertanggungjawabkan perbuatannya, bukan justru bebas melaporkan balik keluarga korban. Ini merupakan pembalikan logika hukum,” lanjut Khoirus.
Menurut Aliansi, laporan balik tersebut dibuat ketika terduga pelaku disebut telah diamankan di rumah tahanan Polres Sumenep. Fakta ini dinilai memperkuat dugaan adanya rekayasa laporan serta lemahnya prinsip kehati-hatian aparat dalam menerima pengaduan.
Tragedi di Atas Tragedi
Kasus ini disebut sebagai tragedi berlapis. Selain menjadi korban kekerasan seksual secara berulang, korban anak juga mengalami trauma psikologis berat hingga harus mendapatkan pendampingan medis. Namun ironisnya, keluarga korban justru dihadapkan pada ancaman hukum.
“Bagaimana mungkin orang tua yang berupaya melindungi anaknya justru diposisikan sebagai tersangka? Ini adalah bentuk nyata kriminalisasi terhadap pencari keadilan,” ujar Khoirus.
Sembilan Tuntutan Massa Aksi
Dalam aksi tersebut, Aliansi menyampaikan sembilan tuntutan kepada Polres Sumenep dan aparat penegak hukum, yakni:
• Menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap keluarga korban.
• Menjatuhkan hukuman maksimal kepada pelaku pencabulan anak.
• Menangkap pelapor atas dugaan rekayasa laporan.
• Mengungkap secara transparan dugaan rekayasa laporan polisi.
• Memberikan sanksi tegas hingga pemecatan terhadap oknum yang menerima laporan fiktif.
• Menerbitkan SP3 atas laporan yang dinilai sebagai hasil kriminalisasi.
• Mencegah segala bentuk perlindungan terhadap predator anak.
• Menegakkan keadilan yang berpihak pada korban dengan menerapkan UU TPKS secara menyeluruh.
• Melakukan evaluasi total terhadap Polres Sumenep dan membersihkan oknum yang mencederai rasa keadilan.
Seruan Moral
Aksi ditutup dengan seruan moral kepada masyarakat agar tidak membiarkan keluarga korban berjuang sendirian dalam mencari keadilan.
“Hari ini anak korban menangis, besok bisa jadi anak kita. Jika hukum tajam ke korban dan tumpul ke predator, maka kita sedang membiarkan ketidakadilan terus berulang,” pungkas Khoirus.
Aliansi menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus tersebut hingga keadilan benar-benar ditegakkan. Jika diperlukan, mereka menyatakan siap membawa persoalan ini ke tingkat yang lebih tinggi.