asatoe.co, Sumenep – Fakultas Teologi, Kebudayaan dan Masyarakat Universitas Groningen, dan Mensen met een Missie (MM), Belanda dan Program the Joint Initiative for Strategic Religious Action (JISRA) berkolaborasi dengan Universitas Bahauddin Mudhary (UNIBA) Madura menyelenggarakan Kuliah Umum Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB), Kamis (2/11/2023).
Acara tersebut mengusung tema ‘Hak Asasi Manusia dan Ekstremisme Keagamaan melalui Lensa Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (FORB) di Indonesia pada umumnya dan Sumenep pada khususnya’.
Dihadiri oleh dosen dan mahasiswa di kampus berjargon terak tak adhemar itu, kegiatan kali ini digelar sebagai inisiatif bersama untuk Aksi Keagamaan Strategis (JISRA) tentang Kebebasan Beragama atau Believe (FORB) dalam mengeliminasi intoleransi dan diskriminasi agama di Indonesia.
Dalam sambutannya, Bapak R Khaeru Ahmadi, Wakil Rektor 2 UNIBA menyampaikan mengenai pentingnya menerima ilmu pengetahuan dari perspektif global untuk diadaptasikan pada konteks lokal.
“Ini sebagai upaya membekali mahasiswa dengan pendidikan yang penuh dengan informasi yang progresif,” terangnya didepan audien.
Dalam konteks Global, Dr. Fathima Azmiya Badurdeen, peneliti dari Groningen Univeristy Belanda berpendapat bahwa penekanan dari KBB terletak pada penguatan hak asasi manusia dalam mencegah dan melawan ekstrimisme kekerasan.
“Secara internasional maupun nasional, tidak ada definisi pasti mengenai Kebebasan beragama dan berkeyakinan. Namun, kebijakan dan praktiknya sangat menekankan pada berbagai inisiatif untuk memperkuat hak asasi manusia dalam mencegah dan melawan ekstremisme kekerasan dengan menggunakan lensa FORB/KBB,” paparnya.
Pernyataan tersebut juga dikuatkan oleh presentasi yang disampaikan oleh Ibu Dewirini Anggraeni, MA.IR, peneliti dari Groningen University yang juga pendiri organisasi SeRVE Indonesia.
“Prinsip dasar dalam menjalankan agama kita telah diatur UUD 1945 yang memberikan kebebasan setiap warga negara Indonesia untuk memilih agama dan keyakinan serta melindungi setiap warga negara dalam menjalankan agama dan keyakinan yang dipilihnya,” tegas beliau.
Oleh karena itu, lanjut Dewirini, inisiatif JISRA di Indonesia memandang pentingnya penguatan Pancasila dan penekanannya pada inklusi untuk memperkuat karakteristik unik nasionalisme keagamaan dan toleransi beragama masyarakat asli Indonesia.
Sementara itu, dalam konteks lokal atau Sumenep, Bapak M. Fajar Hidayat, S.IP., M.M., Lurah Bangselok menjelaskan bahwa pilihan ada pada diri kita masing-masing dalam menghadapi segala bentuk diskriminasi.
“Kita semua pasti akan mengalami diskriminasi apapun itu bentuknya, tinggal kita memilih, melawan atau diam, melawan dengan kekerasan atau dengan ide-ide dan pemikiran kita,” tegasnya di atas podium.
Penelitian KBB/FORB yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari University of Groningen Belanda ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana pendekatan aktor keagamaan terhadap diskusi mengenai hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (FORB) dalam komunitasnya sendiri (intra-religius), dengan komunitas agama lain.
Komunitas (antar-agama) dan dengan aktor-aktor non-agama (ekstra-agama), termasuk pemerintah (nasional dan internasional) dan masyarakat sipil (nasional dan internasional). Secara khusus, penelitian ini berfokus pada bagaimana aktor keagamaan menavigasi sensitivitas sosial-politik terkait konsep, praktik, dan wacana seperti “agama”, “iman”, “kebebasan”, dan “hak asasi manusia” dalam konteks lintas budaya. (Gie)