Said Abdullah: RAPBN 2026 Jadi Modal Strategis Jalankan Program Besar Pemerintah

Ketua Banggar DPR RI, MH Said Abdullah.
Ketua Banggar DPR RI, MH Said Abdullah.

asatoe.co، Jakarta – Badan Anggaran (Banggar) DPR RI bersama pemerintah telah menyepakati postur indikatif Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Kesepakatan yang dicapai pada Juli 2025 ini akan menjadi acuan pemerintah dalam menyusun Nota Keuangan yang dijadwalkan disampaikan Presiden Prabowo Subianto pada pertengahan Agustus.

Bacaan Lainnya

Ketua Banggar DPR RI MH Said Abdullah mengungkapkan, pendapatan negara dalam RAPBN 2026 diproyeksikan berada di kisaran Rp3.094–Rp3.114 triliun.

Sementara belanja negara diperkirakan mencapai Rp3.800–Rp3.820 triliun, dengan defisit sekitar Rp706 triliun atau 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB).

“Berdasarkan pengalaman sebelumnya, pemerintah biasanya mengajukan di batas atas ketimbang batas bawah,” kata Said di Jakarta, Senin (11/8/2025).

Postur ini meningkat dibanding APBN 2025 yang mematok pendapatan negara sebesar Rp2.865,5 triliun dan belanja Rp3.527,5 triliun, dengan defisit Rp662 triliun atau 2,78 persen PDB.

Said menilai, target RAPBN 2026 cukup menantang di tengah tekanan global seperti kebijakan tarif baru Presiden Amerika Serikat Donald Trump serta ketidakpastian akibat konflik geopolitik.

Di dalam negeri, daya beli masyarakat juga belum sepenuhnya pulih, tercermin dari melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

Ia juga menyoroti berkurangnya penerimaan bukan pajak sekitar Rp80 triliun akibat revisi UU BUMN yang membentuk Danantara dan menghapus setoran dividen BUMN ke negara. Menurutnya, pemerintah perlu mencari sumber penerimaan baru untuk menutup kekurangan tersebut.

Meski begitu, RAPBN 2026 dianggap sebagai modal penting untuk memulihkan daya beli, menjaga kinerja ekspor, dan menopang program strategis pemerintah seperti makan bergizi gratis, Koperasi Merah Putih, Sekolah Rakyat, dan pemeriksaan kesehatan gratis

“Keberhasilan program ini akan mengubah struktur demografi angkatan kerja. Saat ini, 54 persen angkatan kerja hanya lulusan SMP ke bawah,” ujarnya.

Said menegaskan, APBN tidak mampu membiayai seluruh kebutuhan pembangunan sehingga peran swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) harus diperluas.

“Investasi swasta menjadi salah satu kunci penting yang harus terus ditingkatkan ke depan,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *