Saprol Gergaji Kepala “Oligarki,’ Plontos, Melalui Pertunjukan Seni

Foto : Umar Faruq Sunandar, penyair dan aktor di Teater Dialektik Soengenep.

asatoe.co, Sumenep –  Performance Art bertitle Kontra, yang digelar sebelum diskusi Krisis Ekologi, Oligarki, dan arah politik Gen-Z di Kafe Malaka, 24 September 2024 mendapat respon luar biasa dari ratusan pengunjung malam itu.

Umar Faruq Sunandar, penyair dan aktor di Teater Dialektik Soengenep, dimana bersama komunitas ini ia mengaku, berencana akan tampil di Festival Teater Jatim 2024 bulan Oktober ini, di Gedung Cak Durasim Surabaya.

Umar Faruq yang populer dengan panggilan Saprol, telah malang melintang di dunia kesenian sejak 2007 silam. Dia nyantrik dari sejumlah sanggar seni di Indonesia, mulai dari Teater Koma, Teater Kubur, dan Teater Mandiri Putu Wijaya. Menginisiasi pentas inovatif di perairan Sanur Bali, bersama Bule dari Skotlandia Caitlyn Fionnuala, berjudul Unhopless Nodies 2013. Setahun berikutnya dengan garapan yang sama, mengaku gagal menggelar petunjukan serupa bersama gadis Jepang Miyako Takara Kairi di Prefektur Aichi, yang merupakan sebuah pulau seni yang berada di Teluk Mikawa.

Dalam karya Kontra ini Saprol berkeyakinan bahwa oligarki menjalankan politik penjarahan dengan memobilisasi sumber daya kekayaan dan kekuasaan yang mereka miliki.

Dimata Saprol, tidak adanya kekuatan progresif di Indonesia,  apalagi di Sumenep, kekuasaan yang dipelihara oligarki akan beranak-pinak.

“Bagi saya, dengan cara apapun sebaiknya kita bersikap kontra terhadap mobilisasi apapun yang dijadikan alat oligark untuk tipu-tipu kita,”ucap Saprol

Dalam karya Kontra ini, Saprol membuat prototipe Patung Merah Plontos dengan dasi berwarna kuning. Di tembok belakangnya tertulis oligarki. Beberapa saat Saprol, merapal mantra membakar dupa, kemudian tiga butir telur yang masing-masing ditaruh di atas piring dengan tulisan, Fospat, Galian C, dan Migas. Kemudian adegan selanjutnya, telur-telur itu di lemparkan ke arah patung merah dan ditangannya juga dilepaskan dengan cara dilayangkan ke tembok bertuliskan oligarki.

Beberapa menit berkutnya, diantara ratusan penonton yang mengepung, Saprol mengambil Gelindra untuk menggergajiz memotong kepala patung merah di atas kursi. Tak puas, kemudian Saprol mengambil palu lalu menghajar kepala patung hingga pecah dengan cairan kental menghitam keluar.

Adegan tak kalah menegangkan, Performer yang memilih lajang  karena memilih mencintai kepala manusia dan rambutnya ini membentangkan bendera di depan tulisan oligarki. Saprol duduk, dan mengucapkan terimakasih.

Penonton menyambutnya dengan applaus yang panjang dan ucapkan sukses Bung Saprol.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *