asatoe.co, Sumenep – Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Timur XI (Madura), MH. Said Abdullah, kembali menggelar Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Kabupaten Sumenep. Kegiatan ini menyasar kalangan pemuda dan mahasiswa, Senin (22/12/2025).
Acara berlangsung di Ruang Pertemuan Arya Wiraraja, Hotel de Baghraf. Forum tersebut menjadi ruang dialog terbuka tentang pentingnya toleransi dan persatuan bangsa di tengah perubahan zaman.
Dalam kegiatan ini, peserta tidak hanya diajak mengingat Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Empat Pilar ditekankan sebagai nilai hidup yang harus dijalankan dengan komitmen dan tanggung jawab bersama.
Narasumber pertama, Moh. Toha, menilai perkembangan teknologi tidak boleh menggerus nilai dasar kemanusiaan. Menurutnya, kemajuan ilmu pengetahuan tidak bisa menggantikan tanggung jawab moral manusia.
“Ilmu sekarang bisa dicari di mana saja, bahkan dibantu AI. Tapi tanggung jawab sebagai manusia dan warga negara tidak bisa digantikan,” kata Toha.
Ia juga mengingatkan bahwa semangat persatuan telah lama hidup dalam sejarah bangsa. Konsep Bhinneka Tunggal Ika, kata dia, sudah dikenal sejak era Majapahit.
“Kita bangsa yang terbiasa hidup dalam perbedaan. Tantangannya, apakah perbedaan itu dirawat atau justru dirusak dengan merasa paling benar,” ujarnya.
Toha menekankan pentingnya sikap kritis generasi muda dalam menyikapi arus informasi digital. Tanpa kesadaran kebangsaan, media sosial bisa memicu konflik.
“Kalau tidak hati-hati, kita hanya jadi penonton sekaligus penyebar konflik,” tambahnya.
Sementara itu, narasumber Faisol Ridho menyoroti perubahan arah kebijakan kebangsaan pascareformasi. Ia menilai fokus pembangunan ekonomi kerap mengesampingkan nilai kebangsaan.
“Perdebatan publik sekarang sering bergeser. Bukan lagi soal nilai dan kebenaran, tapi kepentingan dan kekuasaan,” kata Faisol.
Ia menegaskan pembangunan harus seimbang antara ekonomi, lingkungan, dan kemanusiaan. Mengabaikan salah satunya, menurut dia, bisa merusak persatuan bangsa.
“Lingkungan adalah hak generasi hari ini dan masa depan. Jika pembangunan hanya mengejar ekonomi, kemanusiaan yang dikorbankan,” ujarnya.
Faisol juga mendorong pemuda dan mahasiswa aktif terlibat dalam kebijakan publik. Ia menilai partisipasi dan sikap kritis menjadi kunci merawat kebangsaan.
“Merawat kebangsaan butuh kerja nyata dan keberanian berpikir kritis berbasis ilmu,” tegasnya.
Kegiatan ini ditutup dengan diskusi interaktif. Peserta menyampaikan pandangan serta kegelisahan terkait toleransi dan tantangan kebangsaan di era digital.
Dua tenaga ahli MH. Said Abdullah, Moh. Fauzi, M.Pd., dan Slamet Hidayat, S.H., turut mendampingi jalannya sosialisasi. Melalui kegiatan ini, generasi muda Sumenep diharapkan semakin aktif menjaga persatuan, tidak hanya dalam wacana, tetapi juga dalam tindakan sehari-hari. (*)