asatoe.co, Jakarta – Ketua Umum DPN Gerbang Tani, Idham Arsyad, dengan tegas menolak rencana Kementrian Perikanan dan Kelauatan menerapkan penangkapan ikan terukur berbasis kuota untuk investor asing. Sebab, kata dia kebijakan tersebut akan merugikan terhadap nelayan lokal dan tradisional.
“Kami menilai kebijakan ini sangat tergesa-gesa dan belum ada kajian yang mendalam. Sebab itu, dengan tegas kami menolak rencana KKP itu,” ujar Idham Arsyad melalui pesan tertulis yang diterima asatoe.co, Kamis (25/11/2021).
Menurut Idham, jika kebijakan tersebut benar-benar diterapkan, maka itu berpotensi menimbulkan gesekan antara nelayan besar dan nelayan tradisional.
“Apalagi zona penangkapan ikan dibagi kuota komersial, non komersial dan tradisional. Katagori pembagian ini mudah diskenariokan, namun akan menimbulkan banyak masalah di lapangan, apalagi di Indonesia selama ini pengelolaan lautnya masih dengan cara unregulated dan unreported,” jelasnya.
Semestinya, kata Idham, sebelum kebijakan itu diterapkan, seharusnya KKP mulai mempersiapkan tata kelola laut yang baik dan regulated terlebih dahulu. “Dan itu membutuhkan kajian dan persipana yang mendalam,” timpalnya.
Berdasarkan pernyataan Menteri Perikanan dan Kelautan, bahwa dalam penerapan penangkapan ikan terukur nanti akan dibagi ke dalam 6 zona wilayah penangkapan dengan potensi yang sangat besar kurang lebih 12 juta ton.
“Kami kira penentuan zonasi dan kebijakan yang semata-mata pertimbangan ekonomi, tanpa diberengi program-program penguatan nelayan tradisional, sama aja dengan menjual laut kita ke pihak asing,” tuturnya.
Apalagi saat ini, tambah Idham, masih dalam rangka recovery Pandemi Covid-19 yang semestinya ke depan strategi penguatan terhadap nelayan lokal lebih ditingkatkan. Sebab selama Pandemi para nelayan sangat terpukul karena import ikan yang tidak berjalan efektif yang disebabkan adanya pembatasan sosial ataupun faktor lainnya.
“Jika dalam tahap pemulihan, nelayan-nelayan tradisional dihadapkan pada investor asing maka mereka pasti akan susah bangkit,” tuturnya.
Apalagi 2 bulan lalu melalui perees 85/2021 Kementrian Kelautan dan Perikanan menaikan pendapatan negara non pajak yang sampai 400 %. Itu menjadi pukulan telak yang dialami oleh nelayan, saat sedang recovery dari Pandemi.
“Selain itu, penangkapan ikan secara besar-besaran akan menyebabkan program blue carbon akan terganggu. Sebab laut akan semakin ramai dan dikotori oleh kapal kapal penangkap ikan dengan gross ton yang sangat besar. Jadi alih alih kita memanfaatkan blue carbon, malah Indonesia akan tercatat sebagai negara dengan peningkatan emisi karbon dari sektor kelautan yang sangat tinggi. Hal ini juga bertentangan dengan arahan bapak presiden RI, Joko Widodo, yang menargetkan net zero emission di tahun 2050,” tandas mantan Sekjend KPA itu.
Terpisah, Ketua DPC Gerbang Tani Sumenep, Abdillah Fanani juga mendukung langkah Gerbang Tani pusat menolak rencana KKP menerapkan penangkapan ikan terukur ke investor asing. Sebab, kata Fanani kebijakan itu akan merugikan dan mempersulit perekonomian nelayan.
“Kami Gerbang Tani Sumenep juga menolak kebijakan KKP itu, karena akan merugikan masyarakat kecil khususnya nelayan,” tegas Fanani.