asatoe.co, Sumenep – Kasus lelang proyek pembangunan Pasar Anom Blok Sayur Tahap I hingga kini terus berpolemik, pasalnya selain lelang diduga ilegal juga disebabkan pernyataan dari beberapa pihak terkait yang dinilai tak transparan.
Aktivis Anti Korupsi Sumenep, RB. Arifin Abdurrahman mengatakan, kontroversi persoalan proses lelang Pasar Anom Blok Sayur Tahap I kini bukan hanya persoalan persyaratan KAK yang disusun PPKo, melainkan para pengamat kini mulai menyoroti integritas Layanan Publik Pengadaan Barang/Jasa di LPSE Sumenep atas pernyataan Idham Holil beberapa waktu yang lalu.
“Kok bisa, LPSE tidak memahami konsep diluar bahwa ada yang substansial dan tidak substansial,” ujar Arifin penuh tanya, Selasa (28/9/2021).
Selain itu Arifin juga mempertanyakan kredibilitas LPSE yang menurut penilaiannya pejabat disana tidak memiliki kapasitas mempuni di bidangnya.
“Ini kelemahan Sumenep mulai dari dulu tidak mendudukkan orang-orang dalam jabatan sesuai bidang kemampuannya, kalau pihak LPSE berbicara seperti itu kan sama saja mengumumkan kebodohan diri sendiri. LPSE ini adalah juri dari ajang kontes pengadaan, seharusnya diisi orang-orang yang memang mempuni dalam kapasitasnya,” tuturnya.
Menurutnya, sebagai juri seharusnya tidak hanya bertugas mengcopy-paste persyaratan yang ada di KKA, melainkan juga penting mempelajari dan mengetahui apa saja yang menjadi persyaratan substansial dan tidak substansial.
“Tidak serta merta seluruh persyaratan dalam KAK yang disodorkan oleh PPKo ke Pokja menjadi syarat mutlak dan dijadikan point penilain pada saat evaluasi, makanya Pokja harus memahami persyaratan yang masuk dalam kategori substansial dan tidak substansial. Sebab apa yang terjadi selama ini syarat-syarat tambahan yang tidak ada kaitan langsung dengan substansi pekerjaan dijadikan senjata pamungkas untuk menjatuhkan pihak tertentu, dan ini sudah umum berlaku di Sumenep. Saya tidak menyatakan memang ada kongkalikon tapi biar masyaratak yang menilai sendiri,” beber dia.
Sebab itu, Arifin menegaskan, tugas Pokja adalah melakukan evaluasi persyaratan yang tidak masuk dalam substansi objek.
“Jadi seluruh persyaratan dari PPKo jangan semuanya ditelan, kita makan aja tulangnya dibuang, apa lagi kontes pemilihan pengadaan barang/jasa menyangkut kepentingan orang banyak,” tambahnya.
Adalah suatu kebohongan jika LPSE tidak mengetahui tentang perubahan persyaratan dalam LDP karena setiap kegiatan pelelangan dibahas tuntas oleh Pokja dan PPKo.
“Suatu kebohongan jika LPSE/Pokja tidak tahu menahu tentang perubahan persyaratan tersebut. Memang perubahan penambahan persyaratan itu merupakan kewenangan PPko akan tetapi tidak menutup kemungkinan Pokja memberikan usulan atau masukan dalam rapat pokja dengan PPKo. Jadi jangan licik dan cuci tangan begitu sebagai pejabat,” katanya.
Arifin kembali menegaskan, bahwa mekanisme kerjanya di setiap pelelangan dilakukan rapat antara Pokja dan PPKo dan di dokumentasikan serta diberita acarakan.
“Jika itu memang benar berarti PPKo tidak mengindahkan peraturan tentang penambahan persyaratan yang diatur oleh Perpres 12 tahun 2021 serta PP no 94 tahun 2021 tentang kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil,” terangnya.
Dia juga mengingatkan kembali pernyataan Idham sebelumnya yang mengatakan telah terjadi perubahan persyaratan LDP dari Strause Pile menjadi Mini Pile.
“Peryataan ini menunjukkan bahwa diduga PPKo dan Pokja sudah ada koordinasi. Jika dugaan ini benar maka kedua belah pihak telah memberikan keterangan palsu,” tandas dia mencurigai.