asatoe.co, Sumenep – Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menuai sorotan publik. Keluarga korban bersama mahasiswa dan sejumlah elemen organisasi kemasyarakatan menggelar aksi demonstrasi di halaman Mapolres Sumenep, Senin (29/12/2025).
Aksi tersebut digelar sebagai bentuk protes atas proses penegakan hukum yang dinilai belum sepenuhnya berpihak kepada korban. Massa mendesak kepolisian agar mengedepankan perlindungan terhadap anak serta menghentikan dugaan kriminalisasi terhadap keluarga korban.
Dalam perkara ini, kepolisian diketahui menangani dua laporan polisi yang saling berhadapan. Laporan pertama terkait dugaan pencabulan anak yang dilaporkan oleh keluarga korban dengan Nomor LP-B/301/VI/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA JATIM pada 23 Juni 2025. Sehari kemudian, muncul laporan tandingan dari pihak terduga pelaku dengan Nomor LP-B/303/VI/2025/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA JATIM, yang menuding korban beserta keluarga dan kerabatnya melakukan penganiayaan.
Berdasarkan pantauan di lokasi, massa aksi berkumpul di pintu utama Mapolres Sumenep dengan pengamanan ketat aparat kepolisian. Para peserta aksi menyampaikan orasi secara bergantian sambil membawa poster dan spanduk yang berisi tuntutan agar aparat penegak hukum bersikap adil dan tidak mengaburkan perkara utama.
Perwakilan keluarga korban, Khairul Komari, menyampaikan kekecewaannya atas diterimanya laporan tandingan tersebut. Ia menilai langkah hukum dari pihak terduga pelaku justru menambah tekanan psikologis bagi korban dan keluarganya.
“Laporan balik ini kami anggap sebagai upaya membungkam korban. Kami berharap polisi melihat persoalan ini secara menyeluruh dan mengedepankan hati nurani,” ujar Khairul dalam orasinya.
Ia menegaskan, tudingan penganiayaan terhadap korban dan keluarganya tidak berdasar serta berpotensi mengalihkan fokus dari dugaan pencabulan anak yang menjadi inti persoalan.
Senada dengan itu, pendamping hukum korban, Kamarullah, meminta kepolisian menghentikan proses hukum terhadap keluarga korban karena dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan dan sarat indikasi kriminalisasi.
“Kami mendesak agar perkara pencabulan ini ditangani secara maksimal sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Fokus utama seharusnya pada perlindungan korban, bukan membalikkan posisi korban menjadi terlapor,” tegasnya.
Kuasa hukum korban juga meminta kepolisian segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap laporan tandingan, serta melakukan evaluasi internal di lingkungan Polres Sumenep.
“Jika ditemukan aparat yang menerima laporan tidak berdasar atau mengabaikan prinsip perlindungan korban, harus ada sanksi tegas,” tambahnya.
Menanggapi tuntutan massa, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Polres Sumenep, Iptu Asmuni, menjelaskan bahwa kepolisian tetap memproses laporan dari pihak terduga pelaku sesuai prosedur yang berlaku.
“Setiap laporan masyarakat wajib kami terima. Dari hasil klarifikasi awal, terdapat indikasi dugaan penganiayaan sehingga laporan tersebut tetap ditindaklanjuti,” jelas Asmuni.
Ia menegaskan bahwa hingga saat ini laporan tandingan tersebut masih berada pada tahap penyelidikan. Kepolisian belum menetapkan tersangka dan masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi serta pihak terlapor.
“Belum ada penetapan tersangka. Saat ini masih dalam proses klarifikasi dan pendalaman perkara,” pungkasnya.