Peringati Harlah Ke-101 Nahdlatul Ulama, PCNU Sumenep Kaji Pemikiran Mbah Hasyim

Pelaksanaan Peringatan Harlah Ke-101 PCNU Sumenep.
Pelaksanaan Peringatan Harlah Ke-101 PCNU Sumenep.

asatoe.co, Sumenep – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, menggelar Tadarus Pemikiran Hadratussyeikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Acara yang digelar dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-101 NU itu dipusatkan di Aula Al-Ikhlas Kemenag Sumenep, Ahad, 28 Januari 2024.

Ketua PCNU Sumenep, KH A Pandji Taufiq mengatakan bahwa tadarus pemikiran ini menjadi salah satu ikhtiar membuka cakrawala pemahaman dan keilmuan pengurus NU di semua tingkatan. Bahwa Mbah Hasyim bukan hanya sebagai pendiri NU, melainkan juga penggerak dan pemersatu umat Islam di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Karena itu pihaknya menghadirkan KH Abdul Hakim Mahfudz, Pengasuh Pondok Pesantren (PP) Tebuireng Jombang sekaligus Pj Ketua PWNU Jawa Timur sebagai narasumber, dalam rangka tabarrukan kepada dzurriyah Mbah Hasyim. Dan KH Abd A’la Basyir, Pengasuh PP Annuqayah Guluk-Guluk sekaligus Rais PBNU sebagai santri alumni Tebuireng.

“Silaturrahim kita kali ini sangat spesial. Karena akan mengaji pemikiran Mbah Hasyim kepada dzurriyah ya langsung, Gus Kikin Pengasuh PP Tebuireng. Juga kepada santri alumni Tebuireng, Kiai A’la,” ungkapnya saat memberi sambutan.

Sosok Mbah Hasyim, lanjut Kiai Pandji adalah pribadi yang kompleks. Hal tersebut hendaknya menjadi tauladan bagi pengurus NU di akar rumput, yakni MWC dan Ranting. Elemen struktur NU yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

“Bahwa yang menjadi tugas utama kita adalah bagaimana kegiatan NU di orientasikan tidak hanya bil maqal. Melainkan. Juga bil af’al. Sesuatu yang membawa manfaat langsung kepada warga NU dan masyarakat,” tambahnya.

KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin bercerita, bahwa di masa awal pandemi Covid-19, menjadi kesempatan baik baginya untuk menelaah kembali khazanah keilmuan Mbah Hasyim melalui karya kitabnya. Hingga kemudian ia memiliki satu kesimpulan penting betapa kompleksnya peran Mbah Hasyim dalam mempersatukan umat Islam Indonesia.

“Saya kemudian menulis buku itu (Hadratussyeikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari Pemersatu Umat Islam Indonesia) dalam kurun waktu 10 hari, di masa awal pandemi Covid-19,” ungkapnya saat menyampaikan materi.

Gus Kikin lantas mengatakan bahwa Mbah Hasyim mulai bergulat dalam gerakan perlawanan melawan penjajah sejak sepulang dari Mekkah. Melalui pengajian-pengajian dan karya-karya kitabnya, Mbah Hasyim mengusung spirit merebut kemerdekaan.

“Bahkan, kita tahu bahwa beliau ini mendirikan pesantren Tebuireng di dekat pusat pabrik gula Cukir. Jaraknya sekitar 200 hingga 300 meter dari tanah yang dibeli. Di sana itu menjadi pusat maksiat. Tetapi beliau mampu menjadi pioner dan penggerak masyarakat,” terangnya.

Salah satu upaya perlawanan yang dilakukan Mbah Hasyim terkait upaya ordonansi dan kristenisasi secara paksa yang dilakukan Pemerintah Belanda kala itu, ialah mengarang kitab tentang perkawinan Dhoul Mishbah. Kemudian juga Adabul Alim wal Muta’allim. Mbah Hasyim terus berupaya agar masyarakat kritis dan teguh pendirian.

“Sejak datang dari Makkah semangat perjuangannya memang sangat kuat. Utamanya dalam melawan gerakan-gerakan kristenisasi oleh pemerintah Belanda. Melalui banyak hal, menggelar pengajian, menulis kitab, dan menggerakkan masyarakat

Sementara itu, Kiai A’la, sapaan akrab KH Abd A’la Basyir, menegaskan bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Mbah Hasyim bukanlah pemberontakan. Sebab, upayanya melawan penjajahan adalah mempertahankan sesuatu yang memang menjadi hak milik bangsa Indonesia.

“Jadi tidak bisa disebut pemberontakan. Karena Mbah Hasyim berjuang merebut sesuatu yang memang menjadi hak milik bangsa Indonesia yang sebelumnya dirampas oleh penjajah,” tegasnya.

Ia pun menukil salah satu dawuh dalam Qanun Asasi Nahdlatul Ulama. Bahwa NU sebagai organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh Mbah Hasyim berlandaskan paham Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja). Memilih Aswaja bukan tanpa sebab, karena nilai dan ajarannya memiliki sanad yang jelas kepada Rasulullah SAW.

“Karena Islam Aswaja adalah Islam yang memiliki sanad keilmuan sampai ke Rasulullah. Secara teologis dan historis, nilai-nilai Aswaja dapat dipertanggungjawabkan,” terangnya.

Kiai A’la mengajak kepada segenap warga dan pengurus NU agar senantiasa mengikuti jejak sang pendiri. Sebagai sosok pemersatu Umat Islam Indonesia, Mbah Hasyim telah banyak memberi dedikasi kepada bangsa dan negara.

Lebih jauh, salah satu santri alumni Pesantren Tebuireng, A Warits mengatakan sosok Mbah Hasyim bukan hanya penggerak sekaligus pendiri NU. Lebih dari itu, ide-idenya telah banyak memberikan manfaat untuk persatuan umat Islam, bangsa dan kemanusiaan.

“Jadi itu yang selanjutnya saya pikir muncullah ide lanjutan dari murid2 beliau, seperti Kiai Mahfud Shiddiq mencetuskan ukhuwah islamiah, wathaniyah, basyariah, nahdliyah dan sunniyah. Nah itu sebenarnya berakar dari ide Mbah Hasyim pertama ketika dulu berpidato saat berdirinya NU,” ungkapnya saat ditemui usai acara.

Ketua Bawaslu Jatim ini lantas berharap agar dalam menghadapi Pemilu 2024, hendaknya warga NU meneladani sikap dan pemikiran Mbah Hasyim. Bahwa pesta demokrasi itu hanyalah salah satu cara mengevaluasi kepemimpinan. Sehingga rakyat diberi hak untuk menentukan pilihan.

“Maka itu tidak boleh mengorbankan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa kita ini,” tandas pria mantan Ketua Lakpesdam NU Sumenep itu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar