asatoe.co, Sumenep – Kangean Energy Indonesia Ltd (KEI) menilai pemberitaan sejumlah media ikut memicu gelombang penolakan terhadap rencana survei seismik tiga dimensi (3D) di perairan dangkal West Kangean, Kabupaten Sumenep. Dalam siaran pers resminya, KEI bahkan menyebut media telah menyebarkan informasi yang tidak sesuai fakta.
“Pemberitaan di sejumlah media online terkesan memprovokasi dan tidak mencerminkan realita di lapangan,” bunyi pernyataan resmi manajemen KEI.
KEI menjelaskan bahwa pihaknya merupakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk oleh pemerintah melalui SKK Migas di bawah koordinasi Kementerian ESDM. Seluruh aktivitas operasional, termasuk survei seismik, diklaim telah mengikuti ketentuan hukum dan berada dalam pengawasan ketat pemerintah pusat maupun daerah.
Perusahaan juga menyebut telah mengantongi dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) sebagai dasar legalitas pemanfaatan ruang laut sesuai tata ruang yang berlaku. Selain itu, KEI mengklaim telah menerapkan standar pengelolaan lingkungan, termasuk kepemilikan sertifikat ISO 14001 sejak tahun 2001.
“Pemantauan lingkungan dilakukan secara berkala, melibatkan instansi terkait serta perguruan tinggi yang kompeten,” jelas manajemen.
Terkait kontribusi sosial, KEI menyebut telah menjalankan Program Pengembangan Masyarakat (PPM) bersama pemangku kepentingan, dengan harapan mampu mendorong sinergi pembangunan.
Meski begitu, KEI menyayangkan sejumlah pemberitaan yang dianggap menyesatkan, termasuk tudingan bahwa kegiatan mereka merusak ekosistem dan tidak berdampak positif bagi masyarakat.
“Pernyataan-pernyataan tersebut tidak sesuai fakta dan sangat kami sesalkan. Jika ditemukan pelanggaran, kami mendukung upaya hukum yang berlaku,” tegas KEI.
Sementara itu, gelombang penolakan terhadap survei migas masih terus berlanjut. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kangean kembali turun ke jalan, Rabu (25/6/2025), menuntut dihentikannya kegiatan survei oleh KEI di wilayah Kepulauan Kangean.
Koordinator aksi, Ahmad Faiq Hasan, menilai kegiatan survei seismik berpotensi merusak ekosistem laut dan mengancam mata pencaharian nelayan. Ia juga menuding kegiatan migas hanya menguntungkan korporasi dan belum memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan warga.
“Jalan rusak tetap dibiarkan, fasilitas kesehatan minim. Warga yang sakit harus dirujuk ke daratan dengan waktu tempuh belasan jam. Nyawa dipertaruhkan. Di mana kontribusi migas?” sorot Faiq dalam orasinya.
Para mahasiswa juga mendesak Pemerintah Kabupaten Sumenep agar bersikap tegas membatalkan seluruh izin survei dan eksplorasi migas yang dinilai merusak lingkungan serta mengabaikan hak-hak masyarakat lokal.
“Hingga kini, Pemkab belum menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada rakyat. Jangan hanya bersembunyi di balik narasi pembangunan,” pungkas Faiq.