asatoe.co, Sumenep – Aktivis Anti korupsi Sumenep, Hendro kembali mempersoalkan proyek pembangunan Pasar Anom Blok Sayur Tahap I. Proyek tersebut, kata dia diduga ada pengkondisian anatara kelompok kerja (Pokja) dan pejabat pembuat komitmen (PPKo).
Menurut Hendro, pemenang tender dalam proyek tersebut adalah CV. Bayu Jaya Abadi, dengan harga penawaran sebesar Rp. 2,73 miliar lebih. Namun begitu, kata dia, dalam proyek tersebut Aparat Pengawasa Intern Pemerintah (APIP) dalam hal ini Inspektorat Sumenep tidak dilibatkan dalam proses tender.
Seharusnya, jelas dia, Inspektorat dilibatkan dalam proses perubahan persyaratan (LDP) proyek itu. “Apakah APIP tahu tentang perubahan LDP 1 ke LDP 2, jika tidak tahu dan tidak menyetujui, maka LDP 2 tersebut ilegal. Ini harus dipertanyakan, karena hal ini telah diatur oleh Keputusan Presiden (Kepres) dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU),” ujar Hendro, kepada sejumlah wartawan beberapa waktu lalu.
Dia menegaskan, berdasarkan aturan, Inspektorat memiliki tanggungjawab melakukan pengawasan terhadap setiap proses tender proyek, termasuk tender proyek pembangunan Pasar Anom Blok Sayur. Namun, jika dalam proses tender tersebut, Inspektorat mengaku tidak tahu, ini patut dipertanyakan.
“Karena kalau Inspektorat Sumenep tidak tahu maka tender tersebut ilegal, karena perubahan tersebut harus disetujui oleh APIP, atau kalau menyetujui, maka berarti Inspektorat Sumenep ikut serta melakukan tindakan pembohongan publik,” terang dia.
Jika benar ada tindakan pembohongan publik, kata Hendro, Inspektorat Sumenep telah lalai terhadap tugasnya. Menurutnya, hal itu merupakan indispliner yg mengakibatkan kerugian bagi negara.
“Jika benar pihak Inspektorat Sumenep tahu dan menyetujui terhadap penguncian ini, maka jelas terlibat dalam persekongkolan dan pembohongan publik, ini sudah masuk Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN),” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep, Agus Dwi Saputra, membantah statemen dugaan adanya pengondisian tersebut.
Menurutnya, adanya perubahan desain teknis tiang pancang dan persyaratan LDP di tender kedua proyek ini disebabkan karena waktu pelaksanaan yang singkat.
“Ini bisa mengubah dari Strauss ke Mini Pile. Hal itu dilakukan karena waktu pelaksanaannya singkat. Tapi kalau pakai itu lebih mahal,” ungkap PPKo proyek tersebut, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin (6/9/2021) lalu.
Agus juga menjelaskan, adanya perubahan jadwal lelang dan retender pada proyek itu dikarenakan tender pertama tidak ada peserta yang lolos. Alasannya, karena tidak ada peserta yang memenuhi kualifikasi pada tahapan evaluasi penawaran.
“Begitu yang pertama nggak ada yang memenuhi syarat, jadi mau tidak mau harus di retender,” jelas dia.
Sementara Kasubbag Humas Pengadaan Barang dan Jasa LPSE Sumenep, Idham Halil menjelaskan, berdasarkan aturan yang baru, lelang di hari libur diperbolehkan. “Dari aturan yang baru memang bisa,” jelasnya.
Sekadar informasi, pada Perpres nomor 16 tahun 2018 pasal 1 angka 22 yang dimaksud APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, review, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah.
Diketahui, pasal 1 angka 11 Perpres nomor 54 Tahun 2010 disebutkan, pembuatan organisasi APIP merupakan mandat dari pasal 58 Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 mengenai Perbendaharaan Negara yang menentukan sebagai berikut.
“Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh,” berikut bunyi aturan ini.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari APIP dalam hal ini Inspektorat Sumenep. Sebab, saat dihubungi melalui sambungan selularnya, Inspektur Inspektorat Sumenep, Titik Suryati, belum merespon.