asatoe.co, Sumenep – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menuai penolakan karena dianggap merugikan terhadap nelayan.
Ketua DPC Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) Sumenep, Abdillah Fanani menilai dengan adanya PP tersebut pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan semakin mempersulit para nelayan.
“Dengan adanya PP Nomor 85 Tahun 2021 ini, jelas merugikan terhadap nelayan. Karena dengan diberlakukan PP ini, ada perubahan pungutan pajak mencapai 400 persen,” kata Fanani-sapaan akrab Abdillah Fanani, Kamis (30/9/2021).
Sebab itu, tegas Fanani, Gerbang Tani Sumenep, meminta pemerintah pusat mengkaji ulang peraturan tersebut. Dan dia berjanji akan mengawal persoalan ini ke pemerintah pusat melalui Gerbang Tani Pusat.
“Kami akan mengawal perjuangan para nelayan ini sampai ke pusat, karena di Kabupaten Sumenep mayoritas penduduknya adalah nelayan. Jadi kami punya kewajiban untuk memperjuangkan nasib para nelayan khususnya di Kabupaten Sumenep,” tegas dia.
Selain itu, kata Fanani, pihaknya juga akan mendesak Pemerintah Kabupaten Sumenep dan DPRD agar juga ikut bersuara menolak PP 85/2021.
“Minimal Pemkab dan DPRD Sumenep berkirim surat ke pusat untuk meminta aturan tersebut ditinjau kembali, karena ini menyangkut kesejahteraan masyarakat khususnya para nelayan,” ujarnya.
Terpisah, Ketua DPN Gerbang Tani, Idham Arsyad sangat menyayangkan keputusan pemerintah menerbitkan PP 85/2021 tersebut. Sebab, kata dia, kebijakan di PP itu sangat tidak pro terhadap nelayan. Apalagi, PP tersebut diterbitkan pada saat situasi Pandemi Covid-19.
“Tidak seharusnya negara membebani rakyatnya dengan beban tarif PNBP yang sangat tinggi. Apalagi sekarang masih situasi Pandemi Covid-19, sangat tidak pas lah kebijakan ini,” katanya melalui pesan rilisnya.
Gerbang Tani meminta agar pemerintah menindaklanjuti tuntutan nelayan agar PP 85/2021 segera dicabut. Sebab, kebijakan tersebut bukannya mempermudah dan memberi insentif, melainkan memberatkan para nelayan.
“Dengan kebijakan ini kami melihat, PNBP dari sektor kelautan tidak bertambah, justru sebaliknya akan menurun. Karena ekonomi sektor perikanan akan menurun,” jelasnya.
Idham Arsyad menjelaskan, berdasarkan data dan hasil kajiannya, tarif pungutan pajak hasil perikanan yang baru sangat tidak masuk akal. Dia menyebutkan, untuk alat tangkap jaring insang skala kecil yang awalnya Rp. 260.950 per tahun, menjadi Rp. 1.024.140 per tahun setelah adanya peraturan yang baru. Sedangkan alat tangkap pancing cumi untuk sakala kecil Rp. 600.000 per tahun, menjadi Rp. 3.635.625 per tahun. Perubahan tarif pajak juga berlaku untuk alat tangkap tradisional seperti bubuh. Untuk skala besar awalnya Rp. 1.948.200 per tahun, sekarang menjadi Rp. 4.366.684 per tahun.
- “Atas dasar itulah, DPN Gerbang Tani mengajak seluruh masyarakat khususnya nelayan di seluruh Indonesia agar terus menyuarakan keprihatinan ini, sehingga perjuangan para nelayan didengar Presiden Joko Widodo agar mempertimbangkan dan mencabut PP 85/2021,” ucapnya.